KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KONSERVASINYA DI INDONESIA
Keanekaragaman hayati
merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk,
penampilan, jumlah dan sifat, yang terlihat pada berbagai tingkatan
persekutuam makhluk hidup yaitu tingkatan ekosisitem, tingkatan jenis
dan tingkatan genetik. Keanekaragaman hayati menurut UU NO 5 Tahun 1994
adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk
di antaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta
komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya,
mencakup keaneka ragaman dalam spesies, antara species dengan
ekosisitem. Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keaneka ragaman
hayati yaitu, keaneka ragaman ekosisitem, keaneka ragaman jenis dan
keaneka ragaman genetik.
Manfaat Keanekaragaman Hayati di
Indonesia
Keanekaragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi
umat manusia. Manfaatnya antara lain adalah (1) Merupakan sumber
kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia, karena
potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta
kebutuhan hidup yang lain (2) Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan
tehnologi (3) mengembangkan sosial budaya umat manusia (4) Membangkitkan
nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Penyebaran
Sumberdaya Hayati di Indonesia
Dipandang dari segi biodiversitas,
posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri
dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia,
serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati
terbesar di dunia. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas
muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia, 12% mamalia dunia, 17%
jenis burung dunia, dan 25% jenis ikan dunia.
Penyebaran
tumbuhan, Indonesia tercakup dalam kawasan Malesia, yang juga meliputi
Filipina, Malaysia dan Papua Nugini. Kawasan ini ditentukan berdasarkan
persebaran marga tumbuhan yang ditandai oleh 3 simpul demarkasi yaitu
(1) Simpul selat Torres menunjukkan bahwa 644 marga tumbuhan Irian Jaya
tidak bisa menyeberang ke Australia dan 340 marga tumbuhan Australia
tidak dijumpai di Irian Jaya. (2) Tanah genting Kra di Semenanjung
Malaya merupakan batas penyebaran flora Malesia di Thailand. Demarkasi
ini menyebabkan adanya 200 marga tumbuhan Thailand yang tidak dapat
menyebar ke kawasan Malesia, dan 375 marga Malesia tidak dijumpai di
Thailand. (3). Simpul di sebelah selatan Taiwan menjadi penghalang
antara flora Malesia dan Flora Taiwan.. Adanya demarkasi ini menyebabkan
40% marga flora Malesia tidak terdapat di luar kawasan Malesia dan
flora Malesia lebih banyak mengandung unsur Asia dibanding unsur
Australia. Pecahnya benua selatan Gendawa pada 140 juta tahun yang lalu
menjadi paparan sunda (berasal dari benua utara laurasia) dan paparan
Sahul (berasal dari Gondawa) menyebabkan penyebaran tumbuhan yang
terpusat di paparan Sunda seperti jenis durian, rotan, tusam dan
artocarpus.
Pola penyebaran hewan di Indonesia diwarnai oleh pola
kelompok kawasan Oriental di sebelah barat dan kelompok kawasan
Australia di sebelah Timur. Kedua kawasan ini sangat berbeda. Namun
demikian karena Indonesia terdiri dari deretan pulau yang sangat
berdekatan, maka migrasi fauna antarpulau memberi peluang bercampurnya
unsur dari 2 kelompok kawasan tersebut. Percampuran ini mengaburkan
batas antara kawasan oriental dan kawasan Australia.. Memperhatikan
sifat hewan di Indonesia Wallace membagi kawasan penyebaran fauna
menjadi 2 kelompok besar yaitu fauna bagian barat Indonesi (Sumatera,
Jawa, Bali, Madura, Kalimantan) dan Fauna bagian timur yaitu Sulawesi
dan pulau di sebelah timumya. Dua kelompok fauna ini mempunyai ciri yang
berbeda dan dipiahkan ole garis Wallace (garis antara Kalimantan dan
Sulawesi, berlanjut antara Bali dan Lombok).
Hamparan kepulauan
di sebelah timur garis Wallace dari semula memang tidak termasuk kawasan
Australia, karena garis batas barat kawasan Australia adalah Garis
Lydekker yang mengikuti batas paparan Sahul. Dengan demikian ada daerah
transisi yang dibatasi Garis Wallace di sebelah Barat dan garis Lydekker
di sebelah timur. Di antara kedua garis ini terdapat garis keseimbangan
fauna yang dinamakan garis Weber. Karena peluang pencampuran unsur
fauna di daerah ini sangat besar, akibatnya di daerah transisi ini
terdapat unsur - unsur campuran antara barat dan timur. Daerah transisi
ini dinamakan Wallace. Dengan kondisi geografis seperti ini
mengakibatkan sumber daya hayati di Indonesia sangat kaya baik dalam
jenis maupun jumlahnya.
Keanekaragaman Jenis
Indonesia
memiliki keaneka ragaman jenis yang kaya. Taksiran jumlah jenis kelompok
utama makhluk hidup sebagai berikut: Hewan menyusui 300 jenis; Burung
7500 jenis; Reptil 2000 jenis; Amfibi 1000 jenis; Ikan 8500 jenis; keong
20000 jenis; serangga 250000 jenis. Tumbuhan biji 25000 jenis; paku
pakuan 1250 jenis; lumut 7500 jenis; Ganggang 7800 jenisjamur 72 000
jenis; bakteri dan ganggang biru 300 jenis. (Sastra pradja, 1989).
Beberapa pulau di Indonesia memiliki spesies endemik, terutama di pulau
Sulawesi; Irian Jaya dan di pulau Mentawai. Indonesia memiliki 420
specis burung endemik yang tersebar di 24 lokasi.
Keanekaragaman
Genetik
Keaneka ragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat
yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu
makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya. Matoa Pometia pinnata
di Irian Jaya mempunyai 9 macam penampilan dari seluruh populasi yang
ada. Dengan kemampuan reproduksi baik vegetatif dan generatif, populasi
sagu di Ambon mempunyai 6 macam pokok sagu yang berbeda. Berdasarkan
jumlah jenis durian liar yang tumbuh di Kalimantan yang jumlahnya
mencapai 19 jenis, diduga bahwa Kalimantan adalah pusat keanekaragaman
genetik durian. Dengan teknik budi daya semakin banyak jenis tumbuhan
hasil rekayasa genetik seperti padi, jagung, ketela, semangka tanpa
biji, jenis jenis anggrek, salak pondoh, dan lain-lain. Keanekaragaman
plasma nutfah di Indonesia tampak pada berbagai hewan piaraan. Ternak
penghasil pangan yang telah diusahakan adalah 5 jenis hewan temak yaitu
sapi biasa, sapi Bali, kerbau, kambing, domba dan babi. Dan 7 jenis
unggas yaitu ayam, itik , entok, angsa, puyuh, merpati dan kalkun serta
hewan piaraan yang lain seperti cucak rowo, ayam bekisar, dan lain-lain.
Keanekaragaman genetik hewan ini tidak semuanya berasal dari negeri
sendiri. Namun demikian melalui proses persilangan jenis-jenis hewan ini
memperbanyak khasanah keanekaragaman genetik di Indonesia.
Keanekaragaman
Hayati sebagai Sumber Pangan di Indonesia
Kebutuhan karbohidrat
masyarakat Indonesia terutama tergantung pada beras. Sumber lain seperti
jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu sebagai makanan pokok di
beberapa daerah mulai ditinggalkan. Ketergantungan pada beras ini
menimbulkan krisis pangan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Selain
tanaman pangan yang telah dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400
jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70
jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman
rempah rempah. Perikanan merupakan sumber protein murah di Indonesia.
Kita mempunyai zona ekonomi eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai
yang dapat dipergunakan oleh nelayan untuk mencari nafkah. Budi daya
udang , bandeng dan lele dumbo sangat potensial juga sebagai sumber
pangan. Oncom , tempe, kecap, tape, laru (minuman khas daerah Timor),
gatot, merupakan makanan suplemen yang disukai masyarakat Indonesia.
Jasa mikro organisme seperti kapang, yeast dan bakteri sangat diperlukan
untuk pembuatan makanan ini. Beberapa jenis tanaman seperti suji,
secang, kunir, gula aren, merang padi, pandan banyak digunakan sebagai
zat pewarna makanan.
Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang
dan Papan
Kapas, rami, yute, kenaf, abaca, dan acave serta ulat
sutera potensial sebagai bahan sandang. Tanaman ini tersebar di seluruh
Indonesia, terutama di Jawa dan Kalimantan dan Sulawesi. Di samping itu
beberapa Suku di Kalimantan, Irian dan Sumatera menggenakan kulit kayu,
bulu- bulu burung serta tulang-tulang binatang sebagai asesoris pakaian
mereka. Sementara masyarakat pengrajin batik menggunakan tidak kurang
dari 20 jenis tanaman untuk perawatan batik tulis termasuk buah lerak
yang berfungsi sebagai sabun. Masyarakat suku Dani di Lembah Baliem
Irian Jaya menggunakan 6 macam tumbuhan sebagai bahan sandang. Untuk
membuat yokal (pakaian wanita yang sudah menikah) menggunakan jenis
tumbuhan (Agrostophyllum majus) dan wen (Ficus drupacea). Untuk pakaian
anak gadis dipergunakan jenis tumbuhan kem (Eleocharis dulcis). Untuk
membuat koteka/holim yaitu jenis pakaian pria digunakan jenis tanaman
sika (Legenaria siceraria). Sedangkan pakaian perang terbuat dari mul
(Calamus sp).
Rumah adat di Indonesia hampir semuanya memerlukan
kayu sebagai bahan utama. Semula kayu jati, kayu nangka dan pokok kelapa
(glugu) dipergunakan sebagai bahan bangunan. Dengan makin mahalnya
harga kayu jati saat ini berbagai jenis kayu seperti meranti, keruing,
ramin dan kayu kalimantan dipakai juga sebagai bahan bangunan.Penduduk
Pulau Timor dan Pulau Alor menggunakan lontar (Borassus sundaicus) dan
gewang (Corypha gebanga) sebagai atap dan didinding rumah. Beberapa
jenis palem seperi Nypa fruticas, Oncosperma horridum, Oncossperma
tigillarium dimanfaatkan oleh penduduk Sumatera, Kalimantan dan Jawa
untuk bahan bangunan rumah.Masyarakat Dawan di Pulau Timor memilih jenis
pohon timun (Timunius sp), matani (Pterocarpus indicus), sublele
(Eugenia sp) sebagai bahan bangunan disamping pelepah lontar, gewang dan
alang-alang (Imperata cyllndrica) untuk atap.
Sumber daya Hayati
sebagai Sumber Obat dan Kosmetik
Indonesia memiliki 940 jenis
tanaman obat, tetapi hanya 120 jenis yang masuk dalam Materia medika
Indonesia. Masyarakat pulau Lombok mengenal 19 jenis tumbuhan sebagai
obat kontrasepsi. Jenis tersebut antara lain pule, sentul, laos, turi,
temulawak. Alang-alang, pepaya, sukun, lagundi, nanas, jahe, jarak,
merica, kopi, pisang, lantar, cemara, bangkel, dan duwet. Bahan ini
dapat diramu menjadi 30 macam. Masyarakat jawa juga mengenal paling
sedikit 77 jenis tanaman obat yang dapat diramu untuk pengobatan segala
penyakit Masyarakat Sumbawa mengenal 7 jenis tanaman untuk ramuan minyak
urat yaitu akar salban, akar sawak, akar kesumang, batang malang, kayu
sengketan," ayu sekeal, kayu tulang. Masyarakat Rejang Lebong Bengkulu
mengenal 71 jenis tanaman obat. Untuk obat penyakit malaria misalnya
masyarakat daerah ini menggunakan 10 jenis tumbuhan. Dua di antaranya
yaitu Brucea javanica dan Peronemacanescens merupakan tanaman langka.
Cara pengambilan tumbuhan ini dengan mencabut seluruh bagian tumbuhan,
mengancam kepunahan tanaman ini. Masyarakat Jawa Barat mengenal 47 jenis
tanaman untuk menjaga kesehatan ternak terutama kambing dan domba. Di
antara tanaman tersebut adalah bayam, jambe, temu lawak, dadap, kelor,
lempuyang, katuk, dan lain-lain. Masyarakat Alor dan Pantar mempunyai 45
jenis ramuan obat untuk kesehatan ternak sebagai contoh kulit kayu
nangka yang dicampur dengan air laut dapat dipakai untuk obat diare pada
kambing. Di Jawa Timur dan Madura dikenal 57 macam jamu tradisional
untuk ternak yang menggunakan 44 jenis tumbuhan. Jenis tumbuhan yang
banyak digunakan adalah marga curcuma (temuan-temuan). Di daerah Bone
Sulawesi Utara ada 99 jenis tumbuhan dari 41 suku yang diprgunakan
sebagai tanaman obat. Suku Asteraceae, Verbenaceae, Malvaceae,
Euphorbiaceae, dan Anacardiaceae merupakan suku yang paling banyak
digunakan.
Potensi keanekaragaman hayati sebagai kosmetik
tradisional telah lama dikenal. Penggunaan bunga bungaan sepeti melati,
mawar, cendana, kenanga, kemuning, dan lain-lain lazim dipergunakan oleh
masyarakat terutama Jawa untuk wewangian. Kemuning yang mengandung zat
samak dipergumakan oleh masyarakat Yogyakarta untuk membuat lulur (9
jenis tumbuhan) yang berhasiat menghaluskan kulit. Tanaman pacar
digunakan untuk pemerah kuku, sedangkan ramuan daun mangkokan, pandan,
melati dan minyak kelapa dipakai untuk pelemas rambut. Di samping itu
masyarakat Jawa juga mengenal ratus yang diramu dari 19 jenis tanaman
sebagai pewangi pakaian, pemangi ruangan dan sebagai pelindung pakaian
dari serangan mikro organisme. Di samping semuanya ini Indonesia
mengenal 62 jenis tanaman sebagai bahan pewarna alami untuk semua
keperluan, seperti misalnya jambu hutan putih yang digunakan sebagai
pewama jala dan kayu malam sebagai cat batik.
Aspek Kultural
Sumberdaya Hayati di Indonesia
Indonesia memiliki kurang lebih
350 etnis dengan keanekaragaman agama, kepercayaan, dan adat
istiadatnya. Dalam upacara ritual keagamaan atau dalam upacara adat
banyak sekali sumber daya hayati yang dipergunakan. Sebagai contoh,
ummat Islam menggunakan sapi dan kambing jantan dewasa pada setiap hari
raya korban, sedangkan umat nasrani memerlukan pohon cemara setiap
natal. Umat Hindu membutuhkan berbagai jenis sumber daya hayati untuk
setiap upacara keagamaan yang dilakukan. Banyak jenis pohon di Indonesia
yang dipercaya sebagai pengusir roh jahat atau tempat tinggal roh jahat
seperti beringin, bambu kuning (di Jawa). Upacara kematian di Toraja
menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang dianggap mempunya nilai magis
untuk ramuan memandikan mayat misalnya limau, daun kelapa, pisang dan
rempah-rempah lainnya. Disamping itu dipergunakan pula kerbau belang .
Pada upacara ngaben di Bali dipergunakan 39 jenis tumbuhan. Dari 39
jenis tersebut banyak yang tergolong penghasil minyak atsiri dan bau
harum seperti kenanga, melati, cempaka, pandan, sirih dan cendana. Jenis
lain yaitu dadap dan tebu hitam diperlukan untuk, kelapa gading
diperlukan untuk menghanyutkan abu ke sungai.
Pada masyarakat
Minangkabau dikenal juga upacara adat. Jenis tanaman yang banyak
dipergunakan dalam upacara adat ini adalah padi, kelapa, jeruk, kapur
barus, pinang dan tebu. Budaya nyekar di Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan upacara mengirim doa pada leluhur. Upacara ini juga
menggunakan berbagai jenis tumbuhan bunga yaitu mawar, kenanga, kantil,
dan selasih. Untuk pembuatan kembar mayang pada pesta perkawinan suku
Jawa dipergunakan jenis tumbuhan yaitu janur muda dari kelapa, mayang
(bunga pinang), beringin, kemuning, daun spa-spa (Flemingialineata),
daun kara (phaseolus lunatus), daun maja, daun, alang slang, daun kluwih
(Artocarpus cornmunis), daun salam, daun dadap, daun girang, dan daun
andhong. Disamping itu dikenal juga pemotongan ayam jantan untuk ingkung
yang biasanya ayam berbulu putih mulus atau ayam berbulu hitam mulus
(ayam cemani). Aneka tanaman yang dipergunakan untuk upacara memandikan
keris di Yogyakarta adalah jeruk nipis, pace, nanas, kelapa, cendana,
mawar, melati, kenanga, dan kemenyan Selain melekat pada upacara adat,
kekayaan sumber daya hayati Indonesia tampak pada hasil-hasil kerajinan
daerah dan kawasan. Misalnya kerajinan mutiara, dan kerang-kerangan di
Nusa Tenggara dan Ambon, kerajinan kenari di Bogor, daerah. Pada hari
lingkungan hidup sedunia ke-18, Presiden RI menetapkan melati sebagai
puspa bangsa, anggrek bulan sebagai puspa pesona dan bunga raflesia
sebagai puspa langka. Tiga satwa langka yang ditetapkan sebagai satwa
nasional adalah Komodo, ikan siluk merah dan elang jawa. Kerajinan batik
dan tenun ikat, kerajinan tikar, patung, dan lain-lain. Kekayaan sunber
daya hayati juga nampak pada penggunaan maskot flora dan fauna di senua
propinsi di Indonesia sebagai identitas.
Konservasi
Keanekaragaman Hayati
Pemanfaatan sumber daya hayati untuk
berbagai keperluan secara tidak seimbang ditandai dengan makin langkanya
beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan
ekosisitem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar
kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang kehidupan. Konservasi
sumber daya hayati di Indonesia diatur oleh UU No 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup. Azas yang digunakan dalam pengelolaan
linggungan hidup adalah azas tanggung jawab, berkelanjutan dan manfaat.
Upaya konservasi keaneka ragaman ekosisitem di Indonesia silakukan
secara insitu yang menekankan terjaminnya terpeliharanya keaneka ragaman
hayati secara alami melalui proses evolusi. Saat ini kawasan konservasi
yang ada di Indonesia terkelompok menjadi 180 cagar alam, 72 suaka
margasatwa, 70 taman wisata, 13 taman buru, 17 taman nasional dan 3
taman hutan raya serta 13 taman laut. Dalam rangka kerja sama konservasi
internasional, 6 dari kawasan suaka alam dijadikan cagar biosfer. Cagar
biosfer ini suatu kawasan yang terdiri dari ekosisitem asli, unik dan
atau ekosisitem yang telah mengalami degradasi yang dilindungi dan
dilestarikan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Taman nasional
di Indonesia mulai dikembangkan tahun 1980. Lima taman nasional pertama
yaitu taman nasional gunung Leuser, taman nasional ujung Kulon, Taman
nasional Gede Pangrango, taman nasional Baluran dan Taman nasional
Komodo diperuntukkan untuk melindungi dan mengawetkan warisan alami
bangsa Indonesia.
Pelestarian keanekaragaman jenis di Indonesia
dilakukan baik secara insitu maupun eksitu. Pelestarian eksitu berarti
memindahkan jenis dari habitatnya untuk dilestarikan dan diamankan.
Pendirian kebun raya Bogor, kebun binatang, penangkaran hewan langka
seperti badak, jalak bali, rusa timor, kayu hitam sawo kecik dan
lain-lain merupakan upaya pelestarian exsitu yang tidak perlu mengganggu
populasi alaminya.
Pelestarian plasma nutfah di Indonesia
dilakukan baik secara insitu maupun eksitu. Pemuliaan tanaman saat ini
ditujukan pada tanaman budi daya seperti padi, anggrek serta kultivar
lainnya. Untuk hewan upaya penangkaran dan persilangan dilakukan pada
berbagai jenis satwa piaraan seperti sapi, kambing, kuda dan ayam. Kebun
koleksi plasma nutfah yang ada di Indonesia sampai daat ini belum
menghasilkan banyak kultivar unggul baru. Kebun koleksi buah di Paseh
dan Cibinong, kebun koleksi mangga di Grati, koleksi kopi di Ijen dan
koleksi kelapa di Bone-Bone belum menampakkan hasil yang diharapkan
sebagai sumber plasma nutfah. Sebenarnya secatra tradisional masyarakat
Indonesia telah memiliki pola pelestarian alam yang ekologis, misalnya
tidak boleh menebang pohon beringin, tidak boleh mengambil ikan di
lubuk, dan lain-lain, namun karena kemajuan teknologi warisan
tradisional tersebut memudar.